Penyelesaian masalah lingkungan juga tidak dapat dilakukan secara sepihak. Hal ini disebabkan karena sifat interdependency yang melekat pada lingkungan hidup menuntut kerjasama multipihak secara serentak dan menyangkut seluruh lapisan masyarakat.
Pentingnya kelestarian lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga masa yang akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet antargenerasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penanaman pondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi utama yang harus dilakukan, agar generasi muda memiliki bekal pemahaman tentang lingkungan hidup yang kokoh. Pendidikan Lingkungan diharapkan mampu menjembatani dan mendidik manusia agar berperilaku bijak.
Masa remaja dan dewasa pada dasarnya merupakan masa mencari identitas dan realisasi diri. Pada masa ini sering sangat sulit untuk mengubah wawasan dasar yang telah terpola dan melekat dalam dirinya sejak kecil.
Dengan demikian sangatlah strategis pembekalan pengetahuan dasar tentang lingkungan hidup sejak dini melalui anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan, hingga pada saatnya akan tercipta insan-insan pribadi bangsa yang utuh.
Dalam hal ini guru yang menyampaikan juga tidak selalu harus seorang ekolog atau ilmuwan, melainkan cukup seseorang yang mampu menjadi pemandu dalam berpikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya dan mempunyai semangat dalam menemukan hubungan yang ada dalam ekosistem kita.
Bentuk materi dapat dikemas secara integratif di dalam mata pelajaran sekolah, atau dikembangkan sebagai materi yang berdiri sendiri sebagai mata pelajaran muatan lokal. Melalui pengembangan materi muatan lokal di sekolah, maka jaminan kesinambungan program Pendidikan Lingkungan kepada siswa lebih terjaga, karena adanya legalitas formal dari pihak sekolah.
Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat bersifat outdoor education (pendidikan di luar kelas), yang dilakukan dengan mengajak siswa untuk menyatu dengan alam dan melakukan beberapa aktivitas yang mengarah pada terwujudnya perubahan perilaku siswa terhadap lingkungan melalui tahap-tahap penyadaran, pengertian, perhatian, tanggungjawab dan aksi atau tingkah laku.
Outdoor tidak berarti sekedar memindahkan pelajaran ke luar kelas, melainkan lebih pada pemanfaatan potensi lingkungan yang ada sebagai obyek dalam materi yang disampaikan. Aktivitas yang disampaikan berupa permainan, cerita (dongeng), olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan di sekitarnya dan diskusi penggalian solusi, aksi lingkungan, dan jelajah lingkungan. Dalam kegiatan ini siswa dibimbing untuk menemukan sendiri maksud yang terkandung di dalamnya, sehingga transfer materi bisa lebih mengena dan lebih mudah diingat siswa.

Hasil survei singkat keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh CI Indonesia selama kurun waktu kurang lebih satu bulan, telah memperlihatkan bahwa kekayaan hayati di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) cukup tinggi. Beragamnya jenis flora dan fauna yang ditemui oleh tim surve, cukup untuk menjadikan alasan baha kawasan Batang Gadis ini perlu segera dilindungi, guna menekan laju kepunahan flora dan fauna di Taman Nasional Batang Gadis. Berdasarkan hasil penelitian flora, dalam petak penelitian seluas 200 meter persegi terdapat 242 jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau 1% dari floran yang ada di Indonesia (sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh yang ada di Indonesia). Selain itu, ditemukan juga bunga langka dan dilindungi yaitu bunga Padma (Rafflesia sp.) jenis baru. Tingginya nilai kekayaan flora di TNBG menjadikan kawasan ini harus segera dilindungi karena masih banyak jenis-jenis tumbuhan yang belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia sehingga perlu dikaji lebih lanjut.
Jumlah burung di kawasan TNBG yang ditemukan sampai saat ini adalah 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah, seperti jenis-jenis Sunda Groundcuckoo, Salvadori, Pheasant, Sumatran Cochoa, Crested Fireback dan March Finfoot. Dua jenis burung yang selama ini dikategorikan sebagai “kekurangan data” oleh IUCN karena sedikitnya catatan, juga ditemuka. Dari total jenis tersebut 13 merupakan jenis yang dikategorikan sebagai Burung Sebaran Terbatas yang berkontribusi pada terbentuknya Daerah Burung Endemik dan Daerah Penting bagi Burung (DPB).