Selasa, 28 Juli 2009

Krisis Lingkungan

SEDIH hati kita melihat alam Indonesia yang begitu luas dan kaya, makin habis dan rusak. Bencana alam terjadi dimana-mana, meninggalkan sejuta tangis, derita, dan kenangan pahit bagi anak cucu kita.Lingkungan menjadi tidak bersahabat lagi. Orang begitu cemas dengan bencana alam, apalagi melihat dan mengingat bencana Tsunami di Aceh yang meninggalkan berjuta tangis dan derita berkepanjangan hingga kini. Krisis lahan di Kalimantan Selatan, akibat tambang yang membuat kota tersebut bagai kota mati. Kebakaran hutan di Kalimantan Timur, yang mempengaruhi status hutan Kaltim sebagai salah satu paru-paru dunia. Krisis banjir dimana-mana yang menyisakan derita dan tangis bagi banyak orang.

Krisis lingkungan hidup yang kita hadapi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman manusia, yang berbasis pada cara pandang antroposentris. Pandangan ini menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, sementara alam seisinya hanyalah alat bagi pemuasan kepentingan mereka. Kesalahan cara pandang tersebut telah menyebabkan kekeliruan manusia dalam menempatkan diri ketika berperilaku di dalam ekosistemnya. Akibat dari kekeliruan tersebut telah menimbulkan berbagai bencana lingkungan hidup yang akan mengancam kehidupan manusia itu sendiri.

Menurut Keraf (2002), kesalahan fundamental filosofis yang terjadi pada manusia adalah bahwa mereka menempatkan posisi dirinya sebagai pusat dari alam semesta, sehingga mereka dapat melakukan apa saja terhadap alam demi pemenuhan segala kebutuhannya. Dengan kata lain, sumberdaya yang lain diposisikan sebagai sub-ordinatnya. Kesalahan cara pandang yang demikian ternyata telah menyebabkan krisis lingkungan yang berkepanjangan, dan kita sadari sumbernya terletak pada masalah moral manusia untuk mematuhi etika lingkungan.

Masalah lingkungan hidup adalah masalah moral, dan itu berkaitan dengan perilaku manusia (Keraf, 2002). Dengan demikian krisis ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah persoalan moral, krisis moral secara global. Oleh karena itu perlu etika dan moralitas untuk mengatasinya. Penanaman nilai moral tidak dapat dilakukan secara mendadak, tetapi harus mengikuti perjalanan hidup manusia, mulai dari anak-dewasa hingga tua. Sutaryono (1999) mengistilahkannya sebagai pendidikan sepanjang usia (life long education).


Tidak ada komentar: